Langsung ke konten utama

Nenek Kasih Dan Kakek Sayang

 



NANG NAYOKO AJI

 

Dengan langkah gontai aku keluar dari ruangan atasanku. Aku mengajukan cuti selama satu minggu awal bulan depan, tapi atasanku hanya mengijinkan 3 hari. Pak Apri atasanku tak mau tahu apa yang aku rasakan saat ini. Aku merasa capek, butuh istirahat, terasa lama terperangkap pada rutinitas yang menjemukan.

Ya, akhir-akhir ini aku merasa hampa, hidup serasa tak bermakna, dunia terasa menjemukan. Ada sesuatu yang hilang! Pelarianku hanya dengan teman-teman. Cutiku besuk akan aku pergunakan untuk hiking atau trekking bersama teman-teman. Yang akhirnya diputuskan untuk trekking dengan medan yang lebih menantang.

Tiba-tiba aku terbangun, berada di ranjang bambu dan bilik yang juga berdinding bambu reyot. “Dimana aku?” Batinku dengan masih merasa pusing dan pegal-pegal seluruh badan.

“Ehh, sudah sadar, Nak?” kata seorang nenek-nenek yang tiba-tiba masuk dibilik dimana aku tertidur.

“Nenek siapa dan aku dimana?”

“Kamu di rumah nenek, dan kamu ditemukan suami nenek pingsan dipinggir sungai.” Jawab nenek-nenek itu.

Sesaat aku melamun untuk mengingat-ingat apa yang terjadi pada diriku. Ohh iya, aku pergi trekking bersama teman-teman. Saat itu entah kenapa aku terpisah agak jauh dari teman-teman, dan tiba-tiba aku terpeleset ke dalam jurang dan masuk ke sungai. Sebetulnya aku bisa berenang, tapi badan sakit setelah tergelincir dalam jurang dan rangsel yang aku bawa menghalangiku untuk bisa bebas berenang. Dalam usaha hidup dan mati melawan derasnya air sungai serta untuk melepas ransel itu, aku bahkan nggak bisa berteriak meminta tolong. Akhirnya aku berhasil melepas dan membuang rangsel itu dan berusaha menepi. Setelah berhasil menepi, aku terus tidak ingat apa-apa lagi. Pasti sekarang teman-teman sedang mencariku.

“Kakek kemana Nek, nama kakek dan nenek siapa?”

“Kakek ke pinggir hutan mencari obat-batan buat kamu, nama Nenek, Kasih dan Kakek panggil saja Sayang”

“Kok aneh sih Nek, bisa Kasih dan Sayang, he he” celetukku sambil ketawa.

“Iya, kalau nama Nenek asli Kasih, nama Kakek sebetulnya Sayid, karena jadi suami Nenek Kasih jadi dipinggal Kakek Sayang” jawab Nenek sambil tersenyum.

Aku kembali tertawa, cerita Nenek membuat aku lupa dengan apa yang baru saja terjadi pada diriku. Setelah Nenek melanjutkan sedikit cerita tentang kehidupannya. Tak lama kemudian Kakek datang. Kakek menyerahkan bahan obat-obatan herbal pada Nenek dan Kakek langsung memeriksa kondisiku. Kemudian Nenek meracik obat-obatan herbal yang dibawa Kakek.

“Namaku Yanto Kek, Kakek menemukanku pingsan di pinggir sungai kapan Kek?” aku mengawali dulu bicara pada Kakek dengan mengenalkan diri dan bertanya pada Kakek.

“Tadi habis ashar, saat ini sudah jelang maghrib.”

“Berarti cukup lama aku pingsan di pinggir sungai, tadi aku terperosok baru jelang dhuhur, Kek.” Kataku, kemudian aku lanjutnya cerita awal mula aku bisa sampai pingsan dipinggir sungai.

“Kakek cari obatan-obatan dipinggir hutan melewati sungai?” Tanyaku mengakhiri cerita.

“Iya, kenapa?”

“Tidak bertemu teman-temanku atau Tim SAR yang mungkin mencari aku?”

“Tidak ada, sudah yang penting kamu sembuh dulu!” Jawaban Kakek yang justru menambah aku galau.

“Besuk Kakek carikan informasi, kalau bukan penduduk asli sini pasti tidak menyangka ada rumah Kakek disini.” Lanjut Kakek.

“Kita shalat maghrib berjamaah disini ya, biar Kakek panggilkan Nenek juga, nak Yanto shalat sambil tiduran saja!” Kata Kakek yang sebetulnya membuat aku malu, karena saat sehat dan tidak ada halangan suatu apapun shalatku sering bolong-bolong.

Selesai shalat maghrib, badanku masih terasa pegal-pegal dan kaku, belum bisa digerakkan. Hanya mata dan fikiranku yang kesana kemari. Tidak bisa menghubungi orang tua dan teman-temanku, karena HPku entah kemana. Kalaupun ada mungkin Hpku rusak karena lama tenggelam di air sungai. Tak lama kemudian Nenek datang membawa makanan.

“Kalau belum bisa makan sendiri, biar Kakek nanti yang menyuapi ya!” Kata Nenek sambil menaruh makanan di meja dekat ranjangku.

Selesai disuapi Kakek, minum obat dan shalat isya’ berjamaah, Kakek menyuruh aku segera tidur. Tapi aku rasa belum bisa tidur. Aku ajak Kakek untuk bercerita.

“Saya tidak bisa tidur Kek, mungkin tadi kan sudah tertidur sama pingsan dari dhuhur sampai jelang maghrib, kita cerita-cerita saja Kek!” Pintaku pada Kakek.

“Nak Yanto lagi sakit, istirahat biar cepat sembuh!”

“Sakit bukan penyakit Kek, hanya badan yang pegal-pegal dan kaku begini kan karena terguling di jurang Kek!” Dengan sedikit sifat ngeyelku menolak anjuran Kakek.

Sebenarnya aku ingin bertanya panjang lebar pada Kakek, karena aku mulai terkagum dengan kehidupan Kakek dan Nenek. Tadi sedikit nenek Kasih sudah bercerita tentang kehidupannya bersama Kakek. Kini aku ingin tahu lebih jauh dengan bertanya-tanya pada Kakek. Sebetulnya Kakek Sayang dan Nenek Kasih mempunyai anak dan cucu, mereka tinggal di kota.

“Kenapa Kakek tinggal di daerah terpencil pinggir hutan begini?”

“Kakek ingin menjaga hutan, baik tanaman maupun pada hewan-hewannya.”

“Kenapa harus dijaga Kek? Bukannya di hutan itu binatang liar Kek?”

”Sering ada penebang dan pemburu liar disini, Kita jangan pernah menyepelekan seekor hewan meskipun ia bahkan terlihat tidak memiliki manfaat samasekali.”

“Keinginan sesederhana itu tapi Kakek sampai berkurban dalam kehidupan sendiri. Kakek memperhatikan hal-hal sampai sekecil dan sedetail itu, sedang aku sering mengabaikan hal-hal kecil Kek, bahkan hal-hal kecil yang bisa mengakibatkan kesalahan fatal, contohnya seperti saya bisa terpeleset ke jurang dan tidak diketahui teman-teman seperti ini karena tidak memperhatikan hal kecil yang sebetulnya sudah diingatkan sama teman-teman Yanto” Kataku membenarkan perkataan Kakek dan membandingkan dengan diriku sendiri.

“Kita jangan mengabaikan hal-hal kecil, dan juga jangan menganggap remeh keburukan sekecil apapun. Kita harus selalu waspada terhadap semua hal kecil yang bisa menjadi amal atau yang bisa menjadi dosa. Kecil menurut kita belum tentu kecil dalam pandangan Allah. Karena hal kecil kalau kita ikhlas dan istiqomah melakukannya, bisa jadi besar menurut pandangan Allah. Sebaliknya, kebaikan yang dilakukan dengan pengorbanan sebanyak apapun, dengan nilai nominal yang tinggi sekalipun, kalau tidak ikhlas justru bisa jadi mengantarkan kita ke neraka. Alih-alih ingin mendapat pahala dan diganjar surga, eh malah sombong, riya, dan penyakit hati yang dihasilkan. Kalau begitu, jatuhnya lebih dekat ke neraka ketimbang ke surga,” panjang lebar Kakek menjelaskan pertanyaanku. “Bukan tidak mungkin ada seorang Muslim yang justru masuk surga karena senyuman, menyingkirkan duri dari jalan, atau kebaikan-kebaikan kecil lainnya yang dilakukan dengan ikhlas.” Lanjut Kakek.

Sekarang aku sudah pulang, badan sudah sehat kembali walau hanya diobati ramuan herbal yang dicarikan Kakek Sayang dan diracik oleh nenek Kasih. Sampai sekarang terus terngiang nasehat-nasehat Kakek Sayang tentang hal-hal kecil. Nenek Kasih dan Kakek Sayang betul-betul pasangan yang penuh kasih sayang.

Kini aku makin paham, kenapa akhir-akhir ini hidupku serasa hampa dan tak bermakna. Dulu aku mungkin sudah merasa cukup dengan amal sedekah yang bernilai besar yang aku infaqkan pada momen-momen tertentu. Setelah itu aku abai dengan kehidupan sekitar. Aku mungkin juga pernah menganggap remeh sebuah tindakan kecil kebaikan, hanya karena hal itu terlihat tidak begitu luar biasa untuk dilakukan. Akan tetapi, Allah SWT ternyata memiliki kriteria yang benar-benar luar biasa untuk memberikan apresiasi terbaik kepada hamba-Nya yang berbuat baik meskipun kecil asal ikhlas dan istiqomah.

Terimakasih Nenek Kasih dan Kakek Sayang, Kasih dan sayangmu mampu memberi makna hidupku, tidak ada hidup yang hampa dan menjemukan selama ada kasih dan sayang. Nasehatmu akan kuingat selalu. Jangan tinggalkan shalat dalam kondisi apapun.

Nang Nayoko Aji, terlahir dengan nama NAYOKO AJI di Blora Jawa Tengah nama panggilan Aji, sewaktu kecil dipanggil Nanang. Sering karena banyak teman yang namanya juga Aji jadi dipanggil Nayoko. Masa kecil sampai Lulus SMA tinggal bersama orang tua di Kelurahan yang juga merupakan Kota Kecamatan Ngawen Kabupaten BLORA. Menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP di Ngawen, SMA di SMAN 1 Blora tahun 1990, DIII Teknik Mesin di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1994, S1 Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 1997. Berbagai pengalaman kerja dijalani mulai dari mengajar di STM BHINNEKA Patebon Kendal tahun ajaran 1998/1999. Staff Umum di Perusahaan Tambak dan Pembekuan Udang PT Seafer General Foods di KENDAL tahun 1999 – 2001. Mengelola Rental dan Pelatihan Komputer di Tembalang SEMARANG tahun 2002 – 2005. Staff sampai menduduki posisi Supervisor Regional Distribution Center / Kepala Gudang Wilayah di PT Columbindo Perdana / Columbia Cash and Credit tahun 2005 sampai PT tersebut bermasalah resign tanggal 1 April 2019.

Komentar