Kehadiran teknologi AI (artificial intelligence) / kecerdasan buatan seolah menambah “warna” dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Menciptakan kemudahan dalam berbagai hal termasuk kreativitas dan produktivitas. Juga menambah bias hasil eksperimen kreatif antara yang dinilai masih humanis (karya manusia yang autentik) dan sekedar hasil dari algoritma (konten yang dihasilkan oleh mesin).
Saat ini masih banyak orang awam menilai hasil AI hanya sebagai sesuatu yang tidak asli (hanya tiruan) atau "menipu". Karena hasil dari AI tersebut dibuat oleh algoritma (mesin), bukan murni karya manusia. Ada keraguan apakah hasil dari AI benar-benar hasil karya kreativitas manusia (ide yang otentik) atau hanya "rekayasa" yang dibuat mesin.
Contohnya yang mudah saat ini banyak masyarakat awam menggunakan AI untuk mengedit foto dan video. Tidak sedikit juga yang menggunakan secara berlebihan, sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa hasilnya tidak autentik. Maka banyak masyarakat awam menilai hasil dari AI sebagai "menipu" atau "buatan". Orang yang melihat mungkin merasa "tertipu" karena foto itu tidak mewakili kenyataan.
Berikut beberapa contoh yang lebih luas jikalau AI dapat digunakan untuk penipuan. AI dapat meniru suara seseorang (voice cloning). AI dapat menghasilkan tulisan atau narasi yang terlihat meyakinkan (misalnya berita palsu, ulasan produk palsu) tetapi tidak berdasar fakta. Deepfake itu semakin canggih sampai yang berdampak psikologis atau sosial yang bisa digunakan dalam politik atau hiburan.
Kehadiran AI (dan teknologi pada umumnya) mengingatkan kita untuk tidak mudah percaya pada apa yang kita lihat di masyarakat, media, atau tren populer, karena hal-hal tersebut mungkin tidak realistis atau dimanipulasi untuk tujuan tertentu. Karena AI bisa membuat hal-hal yang terlihat sangat nyata padahal tidak, kita harus selalu kritis dan mempertanyakan informasi yang kita terima.
Melihat iklan di media sosial yang menggunakan model yang diedit AI hingga terlihat "sempurna". Ini dapat menciptakan ekspektasi kecantikan yang tidak realistis. Membaca berita palsu (hoaks) yang dibuat sangat meyakinkan dengan teks dan gambar AI. Kita harus berhati-hati agar tidak termanakan manipulasi.
AI memberi kemudahan, tetapi juga mengaburkan batas antara yang asli dan yang buatan. Ini mendorong kita untuk menjadi lebih waspada dan kritis terhadap semua informasi dan citra yang kita temui. Singkatnya, AI bekerja di "balik layar" untuk membuat pengalaman digital kita lebih mudah, personal, dan aman.
Apa yang membuat AI dianggap "menipu"? Apakah karena meniru, memanipulasi, atau menciptakan sesuatu yang tidak ada? Bedakan "penipuan" yang disengaja untuk menipu (misalnya deepfake untuk hoaks) dan "penipuan" yang tidak untuk menipu, misalnya video AI untuk adegan yang rumit supaya lebih efisien dan mudah dalam editing.
Sebenarnya di kehidupan nyatapun kita sering kali menghadirkan ilusi atau penampilan yang “salah”. Contoh adanya semacam keharusan “berdandan” saat kita mau bertemu banyak orang atau tampil di muka umum. Keinginan tampil yang luar biasa dari diri kita.
Di sisi lain sebenarnya kita lebih suka mencari kebenaran yang lebih dalam dan tidak mudah terjebak oleh hal-hal yang bersifat permukaan. Tidak suka terlalu kontras antara penampilan dan kenyataan. Selalu beusaha untuk menemukan kebenaran di dunia yang penuh tipu daya.
Oleh karena itu, pemanfaatan AI harus disertai kesadaran etika bahwa teknologi hanyalah alat bantu. Karya harus memenuhi kriteria orisinalitas (keaslian). Karya yang benar-benar baru, unik, dan muncul dari pemikiran, perasaan, atau usaha kreatif manusia itu sendiri. Jika sepenuhnya dari AI, AI hanya meniru pola dari data yang sudah ada. Meniru merupakan salinan atau hasil yang mirip dengan yang sudah ada. Maka tiruan tidak memiliki nilai orisinalitas (keaslian) yang sama.
Bagaimana kita menghargai sebuah karya dan siapa yang bertanggung jawab atasnya? Penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab, secara hukum dan etika ia belum bisa dianggap sebagai yang memiliki hak cipta.
Apresiasi sebuah karya terletak pada hasil akhirnya (apakah indah atau berfungsi dengan baik) dan pada proses kreatifnya (perjuangan, emosi, waktu, dan niat penciptanya). Kita harus memutuskan standar baru untuk menilai nilai karya: Apakah kita hanya menilai dari hasil (seperti yang dilakukan mesin) atau juga dari proses dan kepengarangan (seperti yang dilakukan manusia)?
Gunakanlah sisi positif dari “manipulasi” AI untuk hal yang bermanfaat. Misalnya, dalam simulasi medis, menciptakan prototipe desain, atau efek visual dalam film yang secara artistik "menipu" mata tetapi diapresiasi. Hal ini bisa menjadi penyeimbang, menunjukkan bahwa masalahnya bukan pada AI itu sendiri, tetapi pada bagaimana dan untuk tujuan apa AI itu digunakan.
Perlu diperhatikan juga tentang pentingnya menjadi kritis dalam apresiasi suatu karya. Cek sumber informasi, gunakan alat pendeteksi AI (jika tersedia dan akurat), pahami batasan dan kemampuan AI, biasakan verifikasi silang informasi. Singgung bagaimana pemerintah atau organisasi dapat berperan dalam mengatur penggunaan AI agar tidak disalahgunakan untuk penipuan. Untuk pengembang AI, harus bertanggung jawab dan transparan.
Pada akhirnya tergantung dari niat kita sebagai pengguna AI. AI seperti teknologi pada umumnya hanyalah alat bantu, yang bisa memudahkan untuk berkarya atau "menipu". AI hanya meningkatkan skala memudahkan, ini menunjukkan bahwa masalahnya adalah tantangan abadi terhadap otentisitas.
Dengan segala potensi besar yang dimiliki AI, sebaiknya digunakan secara bijak dan beretika. Bukan sekadar untuk efisiensi atau hiburan, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Penggunaannya perlu diarahkan agar mendukung kreativitas, pendidikan, dan kemajuan sosial tanpa mengabaikan tanggung jawab moral, privasi, serta keadilan. Dengan kesadaran dan pengawasan yang tepat, AI dapat menjadi alat yang memperkuat peran manusia, bukan menggantikannya, serta menjadi mitra dalam membangun masa depan yang lebih inklusif, cerdas, dan berkeadaban.
Artikel ini dari ide penulis dan dengan bantuan AI

Komentar
Posting Komentar