Langsung ke konten utama

Menyusuri Peran AI dalam Mempromosikan Budaya Lokal Secara Global

  

Teknologi sering diibaratkan pisau bermata 2, penggunaanya tergantung siapa yang memegangnya. Begitu juga dengan kehadiran teknologi AI (artificial intelligence) / kecerdasan buatan. Teknologi AI mengambil alih berbagai fungsi dan juga menciptakan berbagai tantangan bagi peradaban manusia. Kehadiran AI serasa menjadikan dunia berubah lebih cepat dari sebelumnya. Jika kita kuasai AI, maka sejatimya AI sangat membantu kita.

AI berpengaruh komplek melalui berbagai aspek terhadap globalisasi. Banyak pihak khawatir budaya lokal akan tergerus dengan adanya globalisasi. Globalisasi sendiri membawa pertukaran budaya yang intens sehingga bisa mengikis identitas lokal.

Banyak dampak negatif dari globalisasi terhadap budaya lokal. Globalisasi mendorong penyebaran budaya-budaya dominan. AI mempercepat proses ini dengan menyebarkan konten yang seragam secara global melalui algoritma personalisasi, yang pada akhirnya mengancam keragaman tradisi dan praktik lokal.

Paparan terhadap budaya global yang mengedepankan konsumerisme, individualisme, dan materialisme dapat mengikis nilai-nilai budaya asli dan tradisional. AI dapat mempercepat proses ini dengan mengoptimalkan promosi produk budaya asing dan tren global.

Budaya lokal dapat dikomodifikasi dan kehilangan makna aslinya saat dipasarkan secara global. AI, melalui analisis data pasar, dapat mendorong praktik ini dengan mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang paling menguntungkan secara komersial, bukan yang paling penting secara budaya.

Jika data pelatihan AI didominasi oleh satu budaya tertentu, representasi budaya lain dapat terdistorsi, tereduksi, atau bahkan diabaikan. Hal ini berisiko membuat budaya lokal hanya menjadi pelengkap digital, bukan kekuatan epistemik yang setara.

Akan tetapi, dengan AI juga berpotensi menjadi alat bantu untuk mendukung pelestarian budaya lokal ke panggung global. Dengan digitalisasi kekayaan budaya, AI bisa membantu pelestarian dan pengenalan budaya. AI dan teknologi digital dapat membantu mendokumentasikan berbagai aspek budaya lokal yang terancam punah, seperti naskah kuno, bahasa daerah, cerita rakyat, dan tarian tradisional.

AI juga dapat mendukung pelestarian situs-situs budaya dan artefak melalui teknologi seperti pemodelan 3D, pengenalan gambar otomatis, dan monitoring kondisi objek budaya secara real time agar bisa segera dilakukan pemeliharaan. Digitalisasi ini akan membuat warisan budaya dapat diakses secara luas dan dilestarikan dalam jangka panjang.

AI dapat membantu dalam memetakan dan mengelola kekayaan intelektual budaya tradisional, seperti motif, cerita, dan praktik adat. Hal ini penting untuk mencegah klaim kepemilikan yang tidak sah dan memastikan bahwa manfaat ekonomi dari pemanfaatan budaya lokal kembali kepada komunitas pemilik aslinya.

Namun perlindungan dan pengayaan budaya tradisional tetap harus diprioritaskan agar identitas budaya tidak hilang dalam modernisasi global. Keberagaman budaya merupakan bagian dari identitas kolektif bangsa yang tidak boleh hilang dalam arus modernisasi dan globalisasi teknologi. Menjaga keseimbangan antara modernitas (teknologi) dan tradisi (budaya) tanpa menghilangkan kedalaman makna dan kekayaan budaya asli menjadi tantangan tersendiri dalam globalisasi.

AI dapat menjadi sekutu dalam mempromosikan budaya lokal secara global dengan mempermudah komunikasi lintas bahasa dan memperluas jangkauan budaya. Globalisasi juga memungkinkan terjadinya percampuran tradisi dan hibridisasi budaya, yang bisa mengarah pada inovasi dan kreasi budaya baru yang unik. AI dapat berperan dalam memfasilitasi kolaborasi kreatif antara seniman lokal dan global, menghasilkan karya-karya yang unik.

Secara keseluruhan, AI dan globalisasi menghadirkan tantangan dan peluang bagi budaya lokal. Dampak akhirnya akan sangat bergantung pada bagaimana teknologi AI dikembangkan dan digunakan. Penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengambil peran aktif. Pemerintah perlu mendorong regulasi untuk membatasi pengaruh negatif budaya asing. Memanfaatkan AI untuk mendokumentasikan dan mempromosikan warisan budaya. Menciptakan ruang digital yang memungkinkan budaya lokal bersaing secara setara dengan budaya global.

Dalam bidang bahasa dan sastra, melalui kemampuan penerjemahan otomatis, pengenalan suara, dan analisis teks lintas bahasa, AI mampu mempermudah komunikasi antarpenutur dari berbagai negara, sehingga karya sastra, musik, seni, maupun tradisi daerah dapat lebih mudah dikenal oleh masyarakat dunia.

Misalnya, teknologi penerjemah berbasis AI seperti penerjemahan otomatis dan Natural Language Processing (NLP), dapat mengalihbahasakan cerita rakyat atau puisi daerah ke berbagai bahasa tanpa kehilangan konteks maknanya secara umum. Sehingga memperluas jangkauan budaya lokal di ranah digital global dan dipahami oleh audiens yang lebih luas tanpa hambatan bahasa. Hal ini membuka kesempatan bagi budaya lokal yang semula terbatas pada satu komunitas bahasa untuk dikenalkan secara global, meningkatkan apresiasi dan pemahaman antarbudaya di dunia yang makin terhubung.

Namun AI harus digunakan dengan kesadaran bahwa bahasa dan sastra memuat unsur budaya yang tidak bisa sepenuhnya direplikasi oleh teknologi. Bahasa dan sastra bukan sekadar sistem komunikasi, melainkan cerminan nilai, filosofi, dan cara pandang masyarakat yang melahirkannya. Nuansa budaya seperti makna simbolik, metafora khas, atau ekspresi emosional sering kali tidak bisa direplikasi sepenuhnya oleh algoritma. Bahasa dan sastra bukan hanya sekadar kata, mereka sarat dengan makna budaya, emosi, dan konteks sejarah yang kompleks.

Oleh karena itu, pemanfaatan AI harus dilakukan dengan kesadaran kultural dan etika linguistik, agar tidak terjadi penyederhanaan makna yang dapat mengikis keaslian budaya. Maka penulis sejati yang berkarya dengan tulisan sendiri tetap mempunyai kelebihan. Dimana makna mendalam, emosi, dan nuansa seni lebih mengena dari hasil tulisan sendiri. Hal itu tentu akan sulit dihasilkan dan diterjemahkan sepenuhnya dengan AI. Oleh karena itu, pemanfaatan AI harus disertai kesadaran kritis bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti nilai-nilai dan konteks asli budaya.

 

Semarang, 27 Oktober 2025

Artikel ini dari ide penulis dan dengan bantuan AI

====================================




 

Nang Nayoko Aji, terlahir dengan nama NAYOKO AJI di Blora Jawa Tengah nama panggilan Aji, sewaktu kecil dipanggil Nanang. Sering karena banyak teman yang namanya juga Aji jadi dipanggil Nayoko. Masa kecil sampai Lulus SMA tinggal bersama orang tua di Kelurahan yang juga merupakan Kota Kecamatan Ngawen Kabupaten BLORA. Menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP di Ngawen, SMA di SMAN 1 Blora tahun 1990, DIII Teknik Mesin di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1994, S1 Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 1997. Berbagai pengalaman kerja dijalani mulai dari mengajar di STM BHINNEKA Patebon Kendal tahun ajaran 1998/1999. Staff Umum di Perusahaan Tambak dan Pembekuan Udang PT Seafer General Foods di KENDAL tahun 1999 – 2001. Mengelola Rental dan Pelatihan Komputer di Tembalang SEMARANG tahun 2002 – 2005. Staff sampai menduduki posisi Supervisor Regional Distribution Center / Kepala Gudang Wilayah di PT Columbindo Perdana / Columbia Cash and Credit tahun 2005 sampai PT tersebut bermasalah resign tanggal 1 April 2019.

Komentar

  1. Sepakat pak. Nilai dasar budaya bangsa kita tetap harus dijaga. AI sebagai alat bantu dapat digunakan untuk mensosialisasikan nilai nilai budaya kita, agar infomasi dari dalam dan dari luar dpt berimbang.

    BalasHapus

Posting Komentar