Ada banyak hal menarik yang disampaikan oleh Prof. Dr. Irwan Abu Bakar, dikenal sebagai salah satu sastrawan terkemuka di Malaysia. Di channel youtube Muhammad Rois Rinaldi @muhammadroisrinaldi88, dalam kontennya yang diberi judul “Malaysia Tak Perlukan Bahasa Indonesia”. Padahal Prof. Dr. Irwan Abu Bakar dulu sempat menyampaikan ide bahwa sepatutnya Malaysia menggunakan Bahasa Indonesia.
Prof. Dr. Irwan Abu Bakar adalah seorang sastrawan yang juga profesor. Nama lengkap dan titel akademiknya adalah Prof.Dr.Ir.Wan Abu Bakar Wan Abas, FASc (Kelahiran Segamat, Johor Malaysia pada tahun 1951). Menariknya beliau berbicara tentang sastra, tetapi menyebut bahwa bahasa apa itu sekarang tidak penting. Karena dengan menggunakan teknologi internet / google translate / AI, kita berbicara bahasa apa dapat diterima langsung oleh pendengar yang mempunyai bahasa lain.
Pandangan Prof. Dr. Irwan Abu Bakar tersebut sebagai seorang sastrawan terasa ganjil, karena sastra erat kaitannya dengan budaya. Dan unsur budaya yang paling penting yaitu bahasa. Dengan demikian, bahasa merupakan unsur penting bagi sastra. Juga sastra erat kaitannya dengan bahasa karena dalam sastra terkandung kekuatan kata-kata, kata-kata adalah blok pembangun karya sastra.
Dalam kepenulisan sastra, kenapa pemilihan kata-kata (diksi) itu teramat penting, karena dengan pemilihan kata yang tepat akan menciptakan gambaran yang hidup dan membangkitkan emosi yang kuat. Melalui pemilihan kata-kata yang cermat, penulis dapat membangun nada, mengatur suasana hati, dan membenamkan pembaca dalam wawasan atau dunia imajinasi ciptaan penulis.
Dalam terjemahan, bukan hanya diksi yang berbeda, tetapi etimologi kosa kata dalam bahasa yang berbeda tentu berbeda juga. Sebagai contoh kosa kata “mendulang” dalam bahasa Indonesia, kalau disampaikan dalam bahasa Inggris yaitu “get by using a pan”. Yang bisa diartikan sebagai “panning” atau “gain”. Secara etimologi tentu kosa kata “mendulang” dalam bahasa Indonesia mempunyai makna lebih mendalam karena berhubungan dengan kerja keras dan perjuangan dengan keringat.
Maka dari itu karya sastra terjemahan dari bahasa lain sering tidak bisa menggambarkan sepenuhnya dari bahasa aslinya. Bahkan sering juga mengurangi kedalaman maknanya. Terjemahan bahasa tetap tidak bisa menerjemahkan sepenuhnya maksud dari bahasa asalnya karena etimologi kosa kata dari masing-masing bahasa tentu berbeda. Apalagi bahasa itu dari bahasa sastra, misal bahasa puisi yang diterjemahkan, maka nilai seni sastranya akan hilang. Karya sastra yang diterjemahkan secara otomatis sering kali kehilangan nuansa dan keindahan asli.
Kalau yang di sampaikan Prof. Dr. Irwan Abu Bakar bahwa sekarang bahasa apa itu tidak penting, berarti ungkapan “Bahasa Jiwa Bangsa” juga dianggap tidak ada. Hal ini mungkin karena keadaan di Malaysia demikian adanya. Bahasa Melayu di Malaysia tidak bisa menyatukan seluruh warga Negara Malaysia. Padahal bahasa adalah elemen fundamental yang membentuk dan mempengaruhi identitas budaya suatu masyarakat.
Hal itu tentu beda dengan yang ada di Indonesia. Bahasa jiwa bangsa karena Bahasa Indonesia merupakan cerminan jiwa bangsa dan dapat menunjukkan jati diri bangsa. Bahasa Indonesia dapat menyatukan berbagai lapisan masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya, bahasa, dan etnis sehingga dapat mempermudah komunikasi dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada syair dari Ahmad Syauqi Beik (1844-1917), seorang sastrawan dan penyair terkenal dari Mesir berikut ini :
"Martabat bangsa tergantung dari budayanya,
Dan kemuliaan bangsa terletak pada kemajuan budayanya."
Syair ini memberi pesan pentingnya budaya dalam membentuk identitas dan martabat suatu bangsa. Budaya merupakan fondasi yang memperkuat kesadaran, kebanggaan, dan kemajuan bangsa. Jika budaya di suatu negara baik maka martabat bangsa akan unggul. Sebaliknya, apabila budaya hancur niscaya kehormatan bangsa juga ikut hancur. Lebih-lebih apabila memiliki budaya yang unggul ditambah teologi dan agama yang benar.
Prof. Dr. Irwan Abu Bakar dan tokoh-tokoh di Malaysia yang lain perlu menyadari dan mengusahakan pentingnya jatidiri bangsa. Ini memang tidak mudah dengan kondisi di Malaysia yang awal dibangun tidak menggunakan konsep yang dibuat dari warga negara (founding father) asli Malaysia sendiri. Sehingga menimbulkan “mental disorder” terutama mengenai wawasan kebangsaan oleh warga Malaysia pada umumnya.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli linguistik, bahasa merupakan sistem simbol yang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mempertahankan warisan budaya. Jika kita membiarkan tekanan globalisasi mengambil alih, bisa jadi kita akan kehilangan aspek-aspek berharga yang menjadikan kita unik.
Memang diakui bahwa globalisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah cara kita berkomunikasi. Bahasa Inggris telah menjadi bahasa global yang digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bisnis, pendidikan, dan teknologi. Namun, kita perlu merenungkan kembali, apakah kemajuan teknologi seharusnya mengorbankan jati diri budaya suatu bangsa?
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendidik generasi baru tentang peningkatan apresiasi terhadap bahasa dan seni sastra sebagai bagian dari identitas. Prof. Dr. Irwan Abu Bakar dapat berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat, dengan menjelaskan wawasan kebangsaan yang berkaitan erat dengan bahasa dan budaya. Mereka dapat membangkitkan kesadaran tentang perlunya mempertahankan nilai-nilai budaya sambil tetap membuka diri terhadap perubahan.
Bahasa dan sastra adalah cerminan jiwa suatu bangsa. Keduanya harus dijaga dan diperkaya untuk memastikan bahwa identitas kolektif tetap terpelihara. Dalam dunia yang cepat berubah ini, penting bagi kita untuk menemukan keseimbangan antara tradisi dan modernitas, sehingga kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai sebuah bangsa.
Arus globalisasi dan modernisasi itulah yang menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan. Meskipun keadaan di Indonesia lebih kondusif dibandingkan di Malaysia. Dengan system pendidikannya yang satu dan masih ditekankan masalah budaya, masyarakat Indonesia mempunyai slogan : "Lestarikan bahasa ibu/bahasa daerah, utamakan bahasa Indonesia, pelajari bahasa asing"
Indonesia diharapkan menjadi pelopor warisan budaya. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa bukan hanya demi menyelamatkan Indonesia secara geografis semata tetapi juga demi keselamatan budaya, jati diri, dan kepribadian bangsa Indonesia. Untuk melawan arus globalisasi dan modernisasi itu, maka perlu diusahakan pentingnya investasi di bidang kebudayaan. Juga ditekankan pentingnya mempertemukan budaya tradisional dengan sains dan teknologi, agar budaya tetap berakar, tapi sekaligus berorientasi ke masa depan.
Setuju, bahasa adalah nilai rasa, setiap kata ungkapan hati dan tidak tergantikan oleh AI.
BalasHapusSetuju dengan pernyataan: Bahasa Indonesia merupakan cerminan jiwa bangsa dan dapat menunjukkan jati diri bangsa. Bahasa Indonesia dapat menyatukan berbagai lapisan masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya, bahasa, dan etnis sehingga dapat mempermudah komunikasi dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
BalasHapusBahasa Indonesia adalah bahasa persatuan
Setuju bangat
BalasHapusBahasa Indonesia merupakan media pemersatu bangsa Indonesia
Bahasa menunjukkan bangsa, kami menjunjung tinggi bahasa persatuan para pejuang terdahulu , bahasa Indonesia
BalasHapusSetuju bahasa indonesia menunjukkan martabat dan pemersatu bangsa yg pada dasarnya negara INDONESIA terdiri dari bergagai suku dan bahasa
BalasHapusBahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Terbukti bahasa Indonesia mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang nota bene terdiri dari berbagai suku dan budaya
BalasHapusBahasa Indonesia adalah pemersatu Bangsa yang menyatukan beribu budaya, bahasa yang ada di Indonesia
BalasHapusBangga sekali dgn bahasa Indonesia.. Pemersatu bangsa dr sgala macam suku👍👍
BalasHapus