Langsung ke konten utama

TAK KAN MELAYU HILANG DI BUMI


 

Tak kan Melayu hilang di bumi. Kalimat itu merupakan visi yang diwariskan oleh legenda Tanah Melayu Laksamana Hang Tuah, dan mengandung optimisme yang sangat tinggi akan kejayaan Melayu hingga masa yang akan datang. Hikayat Hang Tuah adalah sebuah karya sastra Melayu yang termasyhur dan mengisahkan Hang Tuah.

Hikayat Hang Tuah ditulis di Johor antara tahun 1688 dan 1710 oleh Prof. Dr. Muhammad Haji Salleh, seorang penyair yang karyanya banyak ditulis dalam bahasa Inggris dan Melayu, dan dianugerahi gelaran Sasterawan Negara Malaysia 1991. Hikayat ini menceritakan tentang seorang Hang Tuah yang lahir di Kepulauan Riau.

Lengkapnya sumpah sang legenda Melayu itu berbunyi, “Tuah sakti hamba negeri, esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti, tak Melayu hilang di bumi.” Melayu bukan sekedar pakaian, sastra, musik, tarian, bangunan, namun juga bahasa yang merupakan unsur budaya yang paling penting. Dalam kebudayaan Melayu, pakaian adalah simbol status dan identitas kultural.

Etnis Melayu bermukim di Nusantara (terutama di Sumatra, Kepulauan Riau, Semenanjung Medini, Kalimantan bagian Barat dan Utara hingga sebagian wilayah Filipina saat ini). Bahasa Melayu sebagai lingua franca / bahasa lisan perhubungan antar etnis di Nusantara. Akibat kolonialisme etnis Melayu di Nusantara masa kini terpisah di beberapa negara. Bahasa yang merupakan unsur budaya yang paling penting berkembang mengikuti budaya negara bangsa masing-masing.

 Dimasa lampau sebelum terpisah menjadi beberapa negara, etnis Melayu juga sudah banyak terjadi akulturasi dengan suku lain di Nusantara. Bahasa Melayu dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya lokal daerah masing-masing, sehingga bahasa Melayu terjadi banyak macam dialek. Di Indonesia, tepatnya di provinsi Riau saja ada 24 dialek bahasa Melayu. 

Di provinsi lain ada juga dialek bahasa Melayu yang mempunyai perbedaan cukup jauh, sehingga sering disebut bahasa tersendiri seperti bahasa Banjar, bahasa Minang, bahasa Betawi, dan lainnya yang sebetulnya ialah rumpun bahasa Melayu. Sebagai contoh bahasa Betawi, dipengaruhi oleh bahasa penduduk multi etnis yang mendiami wilayah Jakarta tempo dulu (Sunda Kelapa / Jayakarta / Batavia).

Orang Betawi ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti Sunda, Melayu, Jawa, Bugis, dan Ambon juga bangsa Arab, Tiongkok dan Portugis. Secara historis, suku Betawi lahir karena adanya percampuran genetik atau akulturasi budaya antara masyarakat yang tinggal di Batavia. Dari akulturasi itu sehingga muncul sebuah komunitas besar di Batavia (Betawi).

Indonesia yang mempunyai wilayah pusat kebudayaan Melayu serta mempunyai sebaran wilayah, jumlah etnis Melayu dan campuran etnis Melayu terbanyak menjadi tertantang untuk mewujudkan visi Hang Tuah tersebut. Karena bahasa Melayu lisan sudah terjadi banyak dialek (tidak ada standart baku) maka bahasa Melayu yang dikembangkan menjadi bahasa Indonesia itu diambil dari bahasa Melayu tingkat tinggi (bahasa Melayu tulis) dari karya sastra dan kamus bahasa melayu yang dikarang oleh Raja Ali Haji. Raja Ali Haji lahir pada tahun 1809 di pulau Penyengat, daerah Riau-Lingga. Raja Ali Haji merupakan keturunan Melayu-Bugis. Sosoknya dikenal karena karya Gurindam 12 ciptaannya, mendapat penghargaan Pahlawan Nasional 10 November tahun 2004 dengan gelar Bapak Bahasa Indonesia.

Dengan rujukan dari Raja Ali Haji, bahasa Indonesia adalah dialek Melayu Riau-Lingga dan Belanda atau bahasa Melayu Hindia inilah yang sesungguhnya menjadi induk bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah menjadi kekuatan penyatu bangsa sejak masa pra- kemerdekaan, khususnya melalui Sumpah Pemuda di tahun 1928. Pemerintah Indonesia melalui Badan Bahasa berhasil melakukan standarisasi, pengembangan, pembinaan, dan pelindungan di bidang bahasa dan sastra Indonesia.

Kebijaksanaan pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan jelas dan tegas dinyatakan dalam UU bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana pemersatu berbagai suku bangsa dan sebagai sarana komunikasi penghubung antar etnis yang beragam di Indonesia.

Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam Konferensi Umum UNESCO. Keputusan ini diambil di Markas Besar UNESCO di Paris Prancis pada Senin 20 November 2023. Penetapan ini ditandai dengan diadopsinya Resolusi 42 C/28 secara konsensus dalam sesi pleno Konferensi Umum ke-42 UNESCO. Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke-10 yang diakui sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO, di samping enam bahasa resmi PBB, yaitu bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Perancis, Spanyol, dan Rusia, serta tiga Bahasa resmi UNESCO, yaitu bahasa Hindi, Italia, dan Portugis.

Sisi historis, hukum dan linguistik juga merupakan faktor yang mendukung keberhasilan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi UNESCO. Bahasa Indonesia menerapkan standar linguistik modern yang berisi system leksikon atau kosakata, tata bahasa dan ejaan, sehingga bahasa Indonesia mampu digunakan dalam bidang akademik, pemerintahan, bisnis, budaya dan komunikasi sehari-hari.

Penetapan ini merupakan upaya de jure agar bahasa Indonesia dapat mendapat status bahasa resmi pada sebuah lembaga internasional, setelah secara de facto kurikulum bahasa Indonesia sudah masuk di 52 negara di dunia dengan setidaknya 150.000 penutur asing saat ini. Indonesia optimis mampu melestarikan bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu. Hal ini mempertegas dan sejarah mencatat bahwa Indonesia yang mampu mewujudkan visi yang diwariskan oleh Legenda Tanah Melayu Laksamana Hang Tuah akan kejayaan Melayu hingga masa yang akan datang.

 

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/11/bahasa-indonesia-disetujui-menjadi-bahasa-resmi-sidang-umum-unesco


Nang Nayoko Aji, terlahir dengan nama NAYOKO AJI di Blora Jawa Tengah nama panggilan Aji, sewaktu kecil dipanggil Nanang. Sering karena banyak teman yang namanya juga Aji jadi dipanggil Nayoko. Masa kecil sampai Lulus SMA tinggal bersama orang tua di Kelurahan yang juga merupakan Kota Kecamatan Ngawen Kabupaten BLORA. Menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP di Ngawen, SMA di SMAN 1 Blora tahun 1990, DIII Teknik Mesin di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1994, S1 Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 1997. Berbagai pengalaman kerja dijalani mulai dari mengajar di STM BHINNEKA Patebon Kendal tahun ajaran 1998/1999. Staff Umum di Perusahaan Tambak dan Pembekuan Udang PT Seafer General Foods di KENDAL tahun 1999 – 2001. Mengelola Rental dan Pelatihan Komputer di Tembalang SEMARANG tahun 2002 – 2005. Staff sampai menduduki posisi Supervisor Regional Distribution Center / Kepala Gudang Wilayah di PT Columbindo Perdana / Columbia Cash and Credit tahun 2005 sampai PT tersebut bermasalah resign tanggal 1 April 2019.

Komentar

  1. Wah, luar biasa 😍😍😍😍 Makin jaya Indonesia 💪💪💪

    BalasHapus
  2. Mantabbbb...Indonesia, pak nayoko, pun.....👍

    *From sinta

    BalasHapus
  3. Serumpun Melayu bersatu dan majulah agar ttp dikenal dunia

    BalasHapus
  4. Bagaimanapun bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia dapat saling memperkaya sehingga suatu saat akan terjadi percampuran dan perkawinan. Mungkinkah akan melahirkan bahasa baru. ?mungkin saja. Husnu Abadi - Riau

    BalasHapus

Posting Komentar