Langsung ke konten utama

Evolusi Hijab Di Indonesia

 https://image.shutterstock.com/image-vector/beautiful-muslim-women-hijab-vector-260nw-1722147865.jpg

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa pamakaian hijab atau di Indonesia lazim disebut sebagai jilbab, sudah menjadi tren fashion di masyarakat saat ini. Wanita dari berbagai kalangan dan profesi sudah banyak yang memakai hijab. Wanita tua maupun muda, kecil maupun dewasa banyak yang mengenakannya. Maka saat ini hijab menjadi style dan model yang kekinian.

Penggunaan hijab di masyarakat Indonesia telah ada sejak masa sebelum kemerdekaan. Hijab sempat menjadi identitas perjuangan kaum muslimah melawan penindasan kaum penjajah. Meski pada saat itu hijab masih berupa kerudung yang merupakan kain selendang penutup kepala dan sebagian rambut.

Sejarah mencatat, nama-nama mujahidah seperti Tengku Fakinah dari Aceh dan Opu Daeng Siradju dari Sulawesi Selatan, ataupun Hajjah Rangkayo (H.R) Rasuna Said, Rahmah El Yunusiyyah, Cut Nyak Dhien dan Nyai Ahmad Dahlan. Mereka yang disebut ini adalah pejuang muslimah pada masanya, yang berjuang melawan kezhaliman kaum penjajah dengan hijabnya.”

Perjuangan syariat hijab memang bukan perkara mudah. Semenjak masuknya Islam ke nusantara, terjadi proses bertahap dalam menjadikan hijab sebagai bagian dari masyarakat di nusantara. Proses bertahap ini berbeda-beda di setiap wilayahnya. Di daerah dikenal Islam berpengaruh amat kuat seperti Aceh dan Minangkabau, Islam telah meresap jauh ke adat masyarakat hingga ke soal berpakaian sehingga membuat masyarakatnya lebih mudah untuk berpakaian lebih tertutup.

Kewajiban mengenakan hijab bagi wanita muslim sudah diketahui sejak lama. Sebab telah banyak ulama-ulama Nusantara yang menuntut ilmu di tanah suci. Ilmu yang ditimba di tanah suci, disebarkan kembali ke tanah air oleh para ulama tersebut. Kesadaran untuk menutup aurat sendiri, pastinya dilakukan setidaknya ketika perempuan sedang sholat . G.F Pijper mencatat, istilah ‘Mukena’, setidaknya telah dikenal sejak tahun 1870-an di masyarakat sunda. Meskipun begitu, pemakaian jilbab dalam kehidupan sehari-hari tidak serta merta terjadi di masyarakat.

Selain itu, beberapa pakaian tradisional perempuan Indonesia di masa lalu menunjukkan bahwa konsep hijab pada tahap awal ini sudah dimulai sejak abad ke-17 M. Sebagai contoh, baju bodo, busana baju bugis yang pada awalnya hanya berupa selembar sutera halus yang tembus pandang, namun kemudian menjadi tujuh lapis ketika Islam masuk.

Peneliti asal Prancis, Denys Lombard, meletakkan sebuah ilustrasi menarik berjudul ‘an Achein woman’, seorang wanita Aceh dengan baju panjang dan jilbab tertutup rapat dalam bukunya ‘Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)’.

Ilustrasi pakaian wanita Aceh tersebut ia ambil dari naskah Peter Mundy pada tahun 1637 atau empat tahun sebelum pemerintahan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah pada tahun 1641. Ini artinya, perempuan Aceh sejak abad ke 17 sudah menutup auratnya.

Bahkan ada yang menyebut jauh sebelum itu pakaian muslimah di tanah aceh sudah menutup aurat, sebagaimana ilustrasi dari Sultana Seri Ratu Nihrasyiah Rawangsa Khadiyu, yang memerintah Kerajaan Samudra Pasai (1400-1427).

Di Sulawesi Selatan misalnya, Arung Matoa (penguasa) Wajo, yang di panggil La Memmang To Appamadeng, yang berkuasa dari 1821-1825 memberlakukan syariat Islam. Selain pemberlakuan hukum pidana Islam, ia juga mewajibkan kerudung bagi masyarakat Wajo.

Selain itu, di Mingakabau, pada masa gerakan revolusioner kaum Paderi muncul, hijab menjadi salah satu hal yang begitu mereka tekankan di kalangan kaum perempuan Minang.

Satu hal yang pasti, sejak abad ke 19,  pemakaian jilbab telah diperjuangkan di masyarakat. Hal itu terlihat dari sejarah gerakan Paderi di Minangkabau. Gerakan revolusioner ini, turut memperjuangkan pemakaian jilbab di masyarakat.

Kala itu, mayoritas masyarakat Minangkabau tidak begitu menghiraukan syariat Islam, sehingga banyak sekali terjadi kemaksiatan. Menyaksikan itu, para ulama paderi tidak tinggal diam. Mereka memutuskan untuk menerapkan syariat Islam di Minangkabau, termasuk aturan pemakaian jilbab.

Akibat dakwah Islam yang begitu intens di Minangkabau, Islamisasi di Minangkabau telah meresap sehingga syariat Islam meresap ke dalam tradisi dan adat masyarakat Minang. Hal ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adat Minangkabau yang cenderung tertutup.

Di Aceh, seperti juga di Minangkabau, di mana dakwah Islam begitu kuat, pengaruh Islam juga meresap hingga ke aturan berpakaian dalam adat masyarakat Aceh.  Adat Aceh menetapkan, “orang harus berpakaian sedemikian rupa sehingga seluruh badan sampa kaki harus ditutupi. Dari itu, sekurang-kurangnja mereka telah berbadju, bercelana, dan berkain sarung. Ketjantikan dan masuk angin sudah terdjaga dengan sendirinya. Kepalanja harus ditutup dengan selendang atau dengan kain tersendiri.”

Dengan bukti-bukti historis ini sejarah kemunculan hijab di Indonesia bukan semata-mata adopsi dari budaya Arab. Namun merupakan sebuah cara atau pilihan sebagian wanita Islam untuk berbusana seperti pemahaman keagamaan yang mereka yakini dan sesuai kontek masyarakat tempat mereka hidup.

Perkembangan hijab di Indonesia merefleksikan pencarian identitas banyak wanita muslim yang terus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan dan semangat jaman. Fenoma kesadaran wanita Indonesia berhijab yang disebut syar’i dimulai pada tahun 1980. Pada awal-awal tahun itu masih terjadi penolakan wanita berhijab disana-sini. Di sekolah, jika berhijab mereka dianggap tidak disiplin dalam hal berseragam. Apalagi di tempat kerja, mereka akan dianggap asing dan dianggap akan mengganggu pekerjaan mereka dan akan menganggu teman kerja mereka.

Mengingat pentingnya hijab sebagai bagian dari syariat Islam dalam kehidupan umat Islam, para hijaber pemula pada masa itu terus berjuang dan menepis semua anggapan-anggapan miring tentang semua itu. Pelarangan hijab juga menimbulkan gelombang kritik. Seperti pada tahun 1988 budayawan MH Ainun Najib membuat puisi panjang dengan judul Lautan Jilbab, berisi kritik pada pengekangan hijab.

Perjuangan hijaber pemula pada saat itu menggoreskan cerita-cerita mengharukan. Untuk menjaga nama baik hijaber itu sendiri, mereka sangat menjaga akhlak, menjaga sopan santun, menjaga hubungan baik dengan semua orang. Sehingga saat itu hijab bisa mewakili perilaku.

Pada tahun 1990 aturan pelarangan pemakaian hijab di sekolah dicabut. Seiring meningkatnya kesadaran berhijab dan pencabutan pelarangan hijab dicabut, mulai saat itulah pemakaian hijab dikalangan wanita muslim meningkat pesat. Banyak wanita menengah keatas di perkotaan dan publik figur yang berhijab, sehingga gelombangan pemakaian hijab menjadi hal yang tak terelakkan. Hingga hijab menjadi tren yang menyebar ke berbagai pelosok nusantara.

Tren penggunaan hijab menunjukkan perkembangan yang pesat. Jilbab tidak hanya menjadi busana kaum tertentu tetapi sudah menjadi busana umum yang dikenakan semua golongan. Meluasnya pemakaian jilbab atau hijab di kalangan perempuan muslim dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang terus meluas. Padahal meski memiliki akar sejarah yang panjang di nusantara hingga  tiga dekade lalu pemakaian jilbab masih terbatas di kalangan tertentu.

Faktor-faktor meningkatnya pemakaian hijab hingga menjadi tren juga karena busana hijab itu bisa menunjukkan kesopanan, kesantunan yang tidak menimbulkan asosiasi fitnah dari orang lain, membuat anggun dan elegan. Jadi tren busana hijab menjadikan peradaban berbusana menuju yang lebih baik.


Referensi :

https://qurmut.wordpress.com/2015/04/22/sejarah-jilbab-di-nusantara/

https://www.tribunnews.com/ramadan/2019/05/14/jejak-hijab-di-indonesia-sekarang-jadi-tren-dulu-jadi-identitas-perjuangan-muslimah-lawan-penjajah?page=all

Nang Nayoko Aji, terlahir dengan nama NAYOKO AJI di Blora Jawa Tengah nama panggilan Aji, sewaktu kecil dipanggil Nanang. Sering karena banyak teman yang namanya juga Aji jadi dipanggil Nayoko. Masa kecil sampai Lulus SMA tinggal bersama orang tua di Kelurahan yang juga merupakan Kota Kecamatan Ngawen Kabupaten BLORA. Menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP di Ngawen, SMA di SMAN 1 Blora tahun 1990, DIII Teknik Mesin di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1994, S1 Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 1997. Berbagai pengalaman kerja dijalani mulai dari mengajar di STM BHINNEKA Patebon Kendal tahun ajaran 1998/1999. Staff Umum di Perusahaan Tambak dan Pembekuan Udang PT Seafer General Foods di KENDAL tahun 1999 – 2001. Mengelola Rental dan Pelatihan Komputer di Tembalang SEMARANG tahun 2002 – 2005. Staff sampai menduduki posisi Supervisor Regional Distribution Center / Kepala Gudang Wilayah di PT Columbindo Perdana / Columbia Cash and Credit tahun 2005 sampai PT tersebut bermasalah resign tanggal 1 April 2019.

Komentar