Langsung ke konten utama

Damailah Indonesiaku, Abaikan Buzzer

Oleh : Nang Nayoko Aji



Dalam terjemahan langsung, buzzer artinya lonceng, kicauan atau sebagai pendengung. Buzzer bisa jadi adalah individu yang bergerak mandiri atau sekelompok orang yang bergerak secara terorganisir di dunia maya, untuk mempengaruhi pandangan publik akan suatu hal melalui media sosial. Awalnya, buzzer digunakan sebagai suatu strategi marketing digital penjualan produk untuk mendongkrak penjualan.

Kemunculan buzzer seiring dengan kehadiran teknologi digital berupa media sosial. Berdasarkan penelitian Klara Esti dari Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), buzzer mulai lahir pada 2006 sejak kemunculan media sosial Twitter. Tiga tahun berikutnya, tahun 2009, buzzer sudah digunakan perusahaan untuk memasarkan produknya.

Pengamat media sosial Pratama Persadha mengatakan buzzer di tanah air mulai populer dalam Pilkada Jakarta tahun 2012. Saat itu pasangan Jokowi Ahok berhasil menang dengan mengerahkan "pasukan medsos" bernama Jasmev, atau Jokowi Ahok Social Media Volunteer. Kemudian buzzer kembali digunakan dan menjadi tonggak buzzer sebagai kekuatan pembentuk opini publik secara nasional, yakni pada gelaran pilpres 2014 oleh kedua pasangan calon. Hal itu juga merupakan tonggak awal peran buzzer dari digunakan sebagai suatu strategi marketing digital juga digunakan ke dunia politik di media sosial.

Tapi sayangnya setelah gelaran pilpres selesai, buzzer terus saja mendengung, tidak hanya memperkeruh suatu peristiwa, sering juga mengaduk-aduk nalar kita. Contohnya pada bulan puasa Ramadhan 1437 H (2016 M) yang lalu terjadi peristiwa viral razia warung makan (Warteg) yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang Banten. Sampai Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin berkomentar "Masyarakat muslim yang sedang menjalani puasa pun sebaiknya menghargai, menghormati kalau ada sesama saudaranya yang sedang tidak berpuasa," ujar Lukman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/6/2016). Tapi oleh buzzer dibuat kalimat semacam adagium “hormati mereka yang tidak berpuasa”. Kelihatan sama seperti apa yang disampaikan oleh Bapak Menteri Agama, tapi sangat berbeda makna, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Oleh para buzzer, yang tidak setuju dengan kalimat tersebut bisa dibilang macam-macam, seperti minta dihormatilah, gila hormatlah dan lain-lain. Padahal sebagai Muslim, tujuan berpuasa itu supaya bertaqwa yang salah satu maknanya yaitu rendah hati (tawadu’). Umat Muslim tentunya tidak minta dihormati pada pribadinya, toh sewaktu menjalankan ibadah puasa sunah diluar bulan Ramadhan orang lain juga tidak tahu. Hanya ingin menghormati bulannya (bulan suci Ramadhan) dan kawatir kalimat tersebut hanya akan menimbulkan ketegangan lain nantinya.

Buzzer selama ini memang sering menyerang kaum Muslim yang Mayoritas. Coba kalau kalimat tersebut disampaikan pada Umat Hindu di Bali sewaktu merayakan hari Nyepi. Minta Bandara tidak perlu ditutup di hari Nyepi, hormati mereka yang tidak merayakan hari Nyepi. Bisa kacau kan? Padahal seperti Muslim, mereka Umat Hindu tidak minta dihormati secara pribadi, hanya ingin menghormati momen hari Raya Nyepi. Hal simpel saling menghormati yaitu hormati yang sedang menjalankan ibadah, bukan sebaliknya. Seperti yang selama ini terjadi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih toleransi, jangan dibolak-balik seperti nalar buzzer yang entah punya kepentingan apa.

Sampai saat inipun, para buzzer terus saja mendengungkan issue Suku, Agama Ras dan Antar golongan (SARA), menimbulkan perpecahan di masyarakat. Seperti kemarin, ada keluarga pengusaha etnis Tionghoa dari Palembang yang akan menyumbangkan 2T untuk penanganan Pandemi Covid-19 di Sumatra Selatan (meskipun akhirnya hanya Hoax), buzzer sampai menyinggung atau boleh disebut mengolok-olok sumbangan Muslim Pribumi untuk Palestina, bahkan sebelumnya memfitnah Ustadz yang mengumpulkan donasi itu melakukan tindak korupsi. Dan yang terakhir pada gelaran Olympiade Jepang, ada buzzer menuliskan soal agama atlet bulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting yang menjadi sorotan lantaran lolos ke semi final Olimpiade Tokyo 2020. "Eh Ginting itu Islam atau kristen, Ya Kristenlah, ooh," demikian tulisan yang diunggah di akun media sosialnya. Hal itu membuat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Haris Pertama meminta pihak kepolisian untuk menangkapnya karena unggahan tersebut menyinggung soal SARA. Unggahan menyinggung SARA juga ada saat pasangan ganda putri bulutangkis Greysia – Apriyani meraih emas Olympiade, hingga Tantowi Yahya terusik dan minta menghentikan narasi berbau SARA tersebut.

Dari sekisan kebisingan yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa, seharusnya pemerintah tegas kepada para buzzer, baik buzzer yang pro maupun yang kontra pada pemerintah. Telah banyak unggahan para buzzer menimbulkan gejolak sosial, penegakan hukum dan perlindungan hukum di Indonesia seharusnya dijalankan secara adil, jangan hanya menghukum atau menangkap orang yang memberi kritik kepada pemerintah. 

Damailah Indonesiaku, untuk para buzzer, selain mempunyai tanggungjawab sosial, ingat tanggung jawab secara agama, tanggungjawab dihadapan Tuhanmu nanti. Untuk kita semua pengguna media sosial, bijaklah bersosmed, hindari ikut latah berkomentar tentang issue atau informasi dari buzzer yang kita belum tahu tentang kebenarannya.


Agustus 2021

Referensi :

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20181210015736-185-352342/asal-usul-kelahiran-buzzer


https://www.tribunnews.com/nasional/2016/06/13/menteri-agama-minta-masyarakat-muslim-hargai-yang-tidak-berpuasa.


https://seputartangsel.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-142333576/singgung-agama-anthony-sinisuka-ginting-ketum-knpi-minta-polisi-tangkap-ade-armando

Nang Nayoko Aji, terlahir dengan nama NAYOKO AJI di Blora Jawa Tengah nama panggilan Aji, sewaktu kecil dipanggil Nanang. Sering karena banyak teman yang namanya juga Aji jadi dipanggil Nayoko. Masa kecil sampai Lulus SMA tinggal bersama orang tua di Kelurahan yang juga merupakan Kota Kecamatan Ngawen Kabupaten BLORA. Menyelesaikan pendidikan TK, SD, SMP di Ngawen, SMA di SMAN 1 Blora tahun 1990, DIII Teknik Mesin di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1994, S1 Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 1997. Berbagai pengalaman kerja dijalani mulai dari mengajar di STM BHINNEKA Patebon Kendal tahun ajaran 1998/1999. Staff Umum di Perusahaan Tambak dan Pembekuan Udang PT Seafer General Foods di KENDAL tahun 1999 – 2001. Mengelola Rental dan Pelatihan Komputer di Tembalang SEMARANG tahun 2002 – 2005. Staff sampai menduduki posisi Supervisor Regional Distribution Center / Kepala Gudang Wilayah di PT Columbindo Perdana / Columbia Cash and Credit tahun 2005 sampai PT tersebut bermasalah resign tanggal 1 April 2019.

Komentar